Kamis, 04 September 2008

Membeli Karena Gengsi

Konsep yang satu ini begitu menonjol di kalangan masyarakat negeri kita. Ya.... Membeli Karena Gengsi.

Aneh tapi nyata ... jarang dilihat tapi ini fakta

Berapa banyak konsumen yang membeli barang entah itu mobil, motor, handphone maupun rumah tinggal karena gengsi atau prestige nya?

Handphone pada prinsipnya bisa didapatkan hanya dengan harga 300 ribu rupiah, tentunya sudah komplit fungsinya secara umum, bisa telepon dan sms.

Bagaimana dengan komunikator yang seharga diatas 10 Juta? Tentu saja fungsinya sama, bisa telepon dan sms.

Memang ada fungsi-fungsi tambahan seperti security, camera, koneksi GPRS dan 3G yang memungkinkan untuk menelpon sambil melihat wajah lawan bicara melalui video streaming.

Tapi tetap saja 80% penggunaannya ya untuk telepon dan sms.

Mengapa Hanphone mahal juga masih laku? Malahan laris seperti kacang goreng?
GENGSI...!

Kalau anda adalah seorang Pengusaha yang memiliki 17 perusahaan beromset milyaran perbulannya masa’ sih mau pakai handphone layar hitam putih seharga 300ribu-an? Apa kata klien atau relasi bisnis anda nantinya?

Kalau anda mengunjungi sebuah toko buku seperti Gramedia, di sana tersedia alat tulis yang begitu lengkap. Mereknya bervariasi mulai dari seharga seribu rupiah sampai Mont Blanc seharga tujuh juta lebih sedikit.

Orang awam pasti berfikir, siapa yang beli ya.... anda tahu, ketika saya pergi menghadiri meeting yang dihadiri oleh para pengusaha, rata-rata mereka memakai ballpoint tersebut.

Kalau anda juga pengguna ballpoint jenis tersebut, anda pasti juga merasakan, menulis dengan lebih mantap, yakin, penuh percaya diri, kreatif dan begitu powerfull.... apalagi kalau sedang menandatangani cek, atau rekening dengan jumlah yang besar.... asli...rasanya memang tak terlupakan.

Konsep ini juga digunakan oleh beberapa brand seperti Harley Davidson, Tji Sam Soe, BMW, maupun Mercedes Benz. Para konsumennya sudah jelas, yaitu para kelas atas yang tidak mempertimbangkan harga maupun kebutuhan, tetapi cenderung ke kualitas gaya hidup, atau dengan kata lain ”membeli karena gengsi”.

Merek biasa juga bisa dibeli dengan mahal - karena Gengsi

Kalau merek-merek di atas memang diciptakan untuk menjangkau kalangan kelas atas, di kasus ini semua merek bisa dibeli hanya karena gengsi.

Berapa harga sebotol coca-cola di supermarket? Rata-rata 1200 rupiah.

Kalau di jual di Grand Hyatt ? wah... bisa 15 – 20 ribu sebotolnya.

Apa yang terjadi disini?

Botolnya sama, produknya sama, ukurannya sama, bahannya sama, bahkan pabriknya pun sama.... benar-benar sama.

Yang berbeda lokasinya, di Hotel-hotel berbintang disediakan minibar yang berisi minuman dan snack sama seperti yang sering anda jumpai di supermarket.

Harganya minimal 10 kali lipat dari harga biasa, mengapa? Karena yang membeli mampu membelinya, dan saya rasa jarang sekali ada tamu hotel berbintang yang sengaja keluar hotel untuk mencari minuman murah.... jadi meskipun mahal ya tetap saja dibeli.... sekali lagi karena Gengsi.

Apakah hanya kalangan menengah keatas yang bisa membeli karena gengsi?

Tidak... coba anda perhatikan di lingkungan perumahan tipe 21, konsep ini sering digunakan oleh para sales sepeda motor.

Kalangan menengah kebawah juga punya gengsi (nb: itulah penyebab utama kehidupannya tidak berubah).

Banyak sekali orang membeli motor karena tetangganya kemarin habis beli motor. Hanya sekedar ingin menunjukkan bahwa dia mampu membeli.

Jadi seorang sales yang berhasil menjual di suatu tempat (misal perumahan) dapat dipastikan ordernya akan berkesinambungan di tempat yang sama.

Menurut Rudi (seorang sales motor yamaha), setelah dia berhasil menjual di sebuah perumahan, keesokannya ia mendatangi para tetangga konsumennya tersebut dan mengatakan : ”Pak X baru saja beli motor dari saya, mumpung promo pak, bapak ambil sekalian nanti saya bantu urus kreditnya...”

”Itu adalah bahasa yang paling ampuh” menurut penuturan Rudi. Sebagian besar mau nyicil motor yang ia jual. Dengan cara itu targetnya selalu tercapai tiap bulannya.

Ya... Gengsi bisa menjadi kekuatan anda.

Tips: Bagaimana menghadapi orang yang kritis....?

Di banyak seminar penjualan yang saya bawakan pertanyaan di atas selalu ditanyakan oleh para peserta... rupanya penjual pemula yang seringkali takut menghadapi orang-orang yang kritis.

Pertama, anda harus mengenali apakah pertanyaan orang-orang kritis tersebut pertanyaan ingin tahu atau menjatuhkan?

Kalau pertanyaan ingin tahu berarti orang tersebut benar-benar ingin membeli produk anda, hanya saja butuh informasi lebih. Biasanya orang semacam ini bertanya dengan intonasi, nada dan pilihan kata yang cenderung positif.

Tapi kalau nadanya sudah seperti ingin menjatuhkan argumen anda baik dari sisi produk, profil perusahaan maupun kredibilitas anda sebagai penjual profesional, berarti orang tersebut ingin kelihatan lebih pintar dari anda.

Kedua, lakukan trik ini:

Sederhana.... penuhi saja Gengsinya maka dia akan membeli, langsung ubah bahasa anda dan merendah, panggil dia dengan sebutan BOS... dan katakan

”untuk ukuran seperti BOS ini ya saya bawakan yang terbaik lah... masak saya bawa barang murahan, kan nggak mungkin...betul kan pak....?...meskipun satu gudang bapak bisa beli percaya saya pak ini kualitas unggulan” (untuk mengatasi keberatan harga)

”perusahaan kita belum apa-apa kok, tapi saya rasa bapak lebih cermat dan arif dalam menganalisa, jujur saya bangga bisa bertemu bapak dengan tehnik analisa yang genius....bla...bla..bla” (untuk mengatasi kritikannya tentang profil perusahaan anda)

"Saya yakin bapak lebih pintar dari semua orang yang hanya melihat dari luarnya saja... untuk bisa merasakan detail dan menganalisa bukannya lebih baik bapak coba satu dulu.... saya rasa cara tersebut lebih bijak dan sesuai buat bapak...(untuk mengatasi keberatan menenai kualitas produk)."

Sebagai penjual profesional, saya senang sekali menghadapi orang-orang yang sengaja bertanya dengan pertanyaan yang menjatuhkan... karena secara tidak sadar dia memperlihatkan kelemahannya sendiri, berarti konsumen tersebut memiliki rasa ingin dihargai yang sangat tinggi...ya... itu makanan empuk, dan semua orang bisa menjual pada orang-orang dengan gaya seperti itu, yang penting bisa memuji...itu cukup.

Gengsi sangat berkaitan dengan Greedy (keserakahan) yang menjadi bahasan utama kita kali ini.

LARIS MANISSS...!

1 komentar:

Anonim mengatakan...

salam pak. Arli,

kejadian seperti itu memang kita alami sehari-hari.

banyak orang membeli memang karena gengsi.

terima kasih inspirasinya

Pages